Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr. Fajar Riza Ul Haq, MA, mengungkapkan bahwa durasi penggunaan gawai atau screen time masyarakat Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia.
Pernyataan tersebut disampaikan Fajar dalam Orasi Ilmiah dalam rangka Tarhib Ramadan 1446 H yang digelar di Pondok Pesantren Darussalam, Kamis (13/02/2025).
Dalam kesempatan itu, ia menyoroti dampak negatif dari tingginya intensitas penggunaan handphone, terutama di kalangan anak-anak.
Fajar mengungkapkan keprihatinannya terhadap semakin banyaknya anak-anak usia dini yang sudah terbiasa menggunakan gadget.
Ia menyebut bahwa rata-rata screen time masyarakat Indonesia berkisar antara 5 hingga 6 jam per hari, angka yang cukup tinggi dibanding negara lain.
“Kondisi ini tentu memiliki dampak negatif, terutama terhadap kesehatan mental anak-anak,” ujarnya.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Fajar menegaskan bahwa pihaknya akan menggagas program pelatihan konseling bagi para guru.
Pelatihan ini bertujuan agar para pendidik mampu memberikan pemahaman yang lebih baik kepada siswa dan orang tua mengenai penggunaan gadget yang sehat serta dampaknya bagi perkembangan anak.
Selain membahas isu screen time, dalam kesempatan tersebut Fajar juga meresmikan Pusat Kemahiran Bahasa Asing di SMA Plus Darussalam.
Ia menekankan bahwa penguasaan bahasa asing kini menjadi kebutuhan yang semakin mendesak.
“Di era saat ini, kemampuan berbahasa asing sangat penting. Saat saya belajar di Ponpes Darussalam dulu, saya belajar bahasa Arab dan Inggris, bahkan pernah belajar bahasa Inggris dengan Kang Icep (Dr. Fadlil Yani Ainussyamsi, MBA),” kenangnya.
Ia berharap dengan adanya pusat kemahiran ini, para santri dan siswa dapat lebih siap menghadapi tantangan global serta meningkatkan daya saing di kancah internasional.
Dalam orasi ilmiahnya, Fajar juga menyinggung fenomena post-truth, sebuah era di mana kebenaran lebih sering ditentukan oleh emosi dan sentimen dibandingkan dengan fakta ilmiah dan penelitian.
“Saat ini kita berada di era post-truth, di mana banyak orang terjebak dalam echo chamber—seolah-olah pendapatnya adalah satu-satunya kebenaran, padahal ada realitas lain yang berbasis pada data dan penelitian,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa peran pesantren seperti Ponpes Darussalam sangat penting dalam membangun wawasan yang lebih moderat, demokratis, dan terbuka.
Dengan nilai-nilai Islam yang inklusif, diharapkan para santri dan lulusan pesantren dapat menjadi agen perubahan yang mampu menjaga persatuan bangsa serta menghadapi tantangan global dengan bijak.
Fajar menutup orasinya dengan mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya para pendidik, untuk terus berperan aktif dalam membentuk generasi muda yang lebih cerdas, bijak dalam menggunakan teknologi, serta memiliki wawasan yang luas dalam menghadapi era digital saat ini.