G7 Janji Tangkap Netanyahu, Nasib PM Israel Terancam

64 / 100 Skor SEO

Para menteri luar negeri dari negara-negara G7 menyatakan kesiapan untuk mematuhi surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Pernyataan ini menegaskan bahwa negara-negara anggota G7, yang terdiri dari Inggris, Kanada, Jerman, Perancis, Jepang, Italia, dan Amerika Serikat, diwajibkan untuk menangkap Netanyahu jika dia memasuki wilayah mereka.

Pernyataan tersebut disampaikan setelah sesi pertemuan dua hari para menteri G7 di dekat Roma, Italia.

Para menteri G7 mengungkapkan komitmen mereka terhadap Hukum Humaniter Internasional dan menyatakan siap untuk mematuhi kewajiban internasional mereka.

“Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap Hukum Humaniter Internasional dan akan mematuhi kewajiban kami masing-masing,” ungkap para menteri G7 dalam pernyataan yang dilansir oleh Barrons.

Surat Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant

Sebelumnya, ICC yang bermarkas di Den Haag mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant.

Surat perintah ini dikeluarkan atas tuduhan kedua pejabat Israel tersebut bertanggung jawab atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kelaparan di Gaza, yang menyebabkan lebih dari seribu orang tewas.

“Pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk dua orang, Tn. Benjamin Netanyahu dan Tn. Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya sejak 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024,” kata ICC dalam pernyataannya.

Dampak Internasional Surat Penangkapan ICC

Surat perintah penangkapan ini memiliki dampak signifikan, mengingat Netanyahu adalah pemimpin negara sekutu Barat.

Ini merupakan pertama kalinya ICC mengeluarkan surat penangkapan untuk seorang pemimpin negara, yang menjadikan Netanyahu, Gallant, dan Deif sebagai tersangka yang diburu secara internasional.

Dampaknya, pergerakan Netanyahu dan Gallant kini semakin terbatas, karena setiap negara yang merupakan anggota ICC, yang berjumlah 124 negara, diwajibkan untuk menangkap mereka jika keduanya memasuki wilayah negara tersebut.

Selain itu, surat penangkapan ini juga memberikan dampak besar terhadap legitimasi kampanye Israel di Gaza.

Keputusan ICC ini memperburuk hubungan Israel dengan beberapa sekutunya, termasuk negara-negara G7 yang kini memiliki kewajiban hukum untuk menindaklanjuti perintah penangkapan tersebut.

Israel Berusaha Menggalang Dukungan Sekutu

Menanggapi surat perintah penangkapan tersebut, Netanyahu berupaya melobi sejumlah sekutunya, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Melalui percakapan telepon, Netanyahu dilaporkan mencoba meyakinkan Macron untuk mengabaikan surat perintah ICC.

Meskipun pihak Israel dan Prancis belum mengungkapkan rincian pembicaraan tersebut, banyak yang menduga bahwa Netanyahu meminta agar Macron tidak mengikuti keputusan ICC.

Tidak hanya itu, Israel juga mengirimkan surat kepada 25 negara untuk meminta dukungan menentang surat penangkapan tersebut.

Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, diketahui telah mengirim surat kepada mitra-mitra internasionalnya untuk mengikuti jejak Inggris yang menolak permintaan Jaksa Agung ICC.

Lebih lanjut, Israel juga melobi Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi berat terhadap pejabat-pejabat ICC, termasuk pemblokiran akses mereka ke AS, pencabutan visa, dan larangan transaksi properti di dalam negeri.

Sanksi tersebut hanya akan dicabut jika ICC menghentikan kasus terhadap Netanyahu dan pejabat Israel lainnya yang dianggap “dilindungi oleh Amerika Serikat dan sekutunya.”

Nasib Netanyahu di Persimpangan Jalan

Dengan semakin terbatasnya ruang gerak Netanyahu di kancah internasional, masa depan politiknya kini terancam.

Sementara itu, upaya Israel untuk menggalang dukungan dari negara-negara sekutu juga menunjukkan bahwa surat perintah penangkapan ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga persoalan geopolitik yang dapat mempengaruhi hubungan internasional Israel di masa depan.

Nasib Netanyahu kini berada di ujung tanduk, tergantung pada bagaimana negara-negara besar akan merespons keputusan ICC yang bersejarah ini.

64 / 100 Skor SEO

Para menteri luar negeri dari negara-negara G7 menyatakan kesiapan untuk mematuhi surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Pernyataan ini menegaskan bahwa negara-negara anggota G7, yang terdiri dari Inggris, Kanada, Jerman, Perancis, Jepang, Italia, dan Amerika Serikat, diwajibkan untuk menangkap Netanyahu jika dia memasuki wilayah mereka.

Pernyataan tersebut disampaikan setelah sesi pertemuan dua hari para menteri G7 di dekat Roma, Italia.

Para menteri G7 mengungkapkan komitmen mereka terhadap Hukum Humaniter Internasional dan menyatakan siap untuk mematuhi kewajiban internasional mereka.

“Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap Hukum Humaniter Internasional dan akan mematuhi kewajiban kami masing-masing,” ungkap para menteri G7 dalam pernyataan yang dilansir oleh Barrons.

Surat Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant

Sebelumnya, ICC yang bermarkas di Den Haag mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant.

Surat perintah ini dikeluarkan atas tuduhan kedua pejabat Israel tersebut bertanggung jawab atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kelaparan di Gaza, yang menyebabkan lebih dari seribu orang tewas.

“Pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk dua orang, Tn. Benjamin Netanyahu dan Tn. Yoav Gallant, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya sejak 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024,” kata ICC dalam pernyataannya.

Dampak Internasional Surat Penangkapan ICC

Surat perintah penangkapan ini memiliki dampak signifikan, mengingat Netanyahu adalah pemimpin negara sekutu Barat.

Ini merupakan pertama kalinya ICC mengeluarkan surat penangkapan untuk seorang pemimpin negara, yang menjadikan Netanyahu, Gallant, dan Deif sebagai tersangka yang diburu secara internasional.

Dampaknya, pergerakan Netanyahu dan Gallant kini semakin terbatas, karena setiap negara yang merupakan anggota ICC, yang berjumlah 124 negara, diwajibkan untuk menangkap mereka jika keduanya memasuki wilayah negara tersebut.

Selain itu, surat penangkapan ini juga memberikan dampak besar terhadap legitimasi kampanye Israel di Gaza.

Keputusan ICC ini memperburuk hubungan Israel dengan beberapa sekutunya, termasuk negara-negara G7 yang kini memiliki kewajiban hukum untuk menindaklanjuti perintah penangkapan tersebut.

Israel Berusaha Menggalang Dukungan Sekutu

Menanggapi surat perintah penangkapan tersebut, Netanyahu berupaya melobi sejumlah sekutunya, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Melalui percakapan telepon, Netanyahu dilaporkan mencoba meyakinkan Macron untuk mengabaikan surat perintah ICC.

Meskipun pihak Israel dan Prancis belum mengungkapkan rincian pembicaraan tersebut, banyak yang menduga bahwa Netanyahu meminta agar Macron tidak mengikuti keputusan ICC.

Tidak hanya itu, Israel juga mengirimkan surat kepada 25 negara untuk meminta dukungan menentang surat penangkapan tersebut.

Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, diketahui telah mengirim surat kepada mitra-mitra internasionalnya untuk mengikuti jejak Inggris yang menolak permintaan Jaksa Agung ICC.

Lebih lanjut, Israel juga melobi Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi berat terhadap pejabat-pejabat ICC, termasuk pemblokiran akses mereka ke AS, pencabutan visa, dan larangan transaksi properti di dalam negeri.

Sanksi tersebut hanya akan dicabut jika ICC menghentikan kasus terhadap Netanyahu dan pejabat Israel lainnya yang dianggap “dilindungi oleh Amerika Serikat dan sekutunya.”

Nasib Netanyahu di Persimpangan Jalan

Dengan semakin terbatasnya ruang gerak Netanyahu di kancah internasional, masa depan politiknya kini terancam.

Sementara itu, upaya Israel untuk menggalang dukungan dari negara-negara sekutu juga menunjukkan bahwa surat perintah penangkapan ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga persoalan geopolitik yang dapat mempengaruhi hubungan internasional Israel di masa depan.

Nasib Netanyahu kini berada di ujung tanduk, tergantung pada bagaimana negara-negara besar akan merespons keputusan ICC yang bersejarah ini.

More from author

Related posts

Advertismentspot_img

Latest posts

DMI Ciamis Tegaskan Konsep Masjid Hijau dan Masjid Ramah Lingkungan Memiliki Tujuan Serupa

Ketua DMI Ciamis, Drs. H. Syarief Nurhidayat, menyatakan bahwa Masjid Hijau dan Masjid Ramah Lingkungan memiliki tujuan serupa dalam mendukung keberlanjutan lingkungan. DMI Ciamis meluncurkan Anugerah Masjid Ramah 2025, menilai masjid berdasarkan keramahan, terutama aspek lingkungan, aksesibilitas, dan dukungan untuk semua kalangan. Penilaian akan berlangsung hingga November 2025.

Direktur Pendistribusian Baznas RI Kunjungi Posko Mudik Ciamis, Pantau Layanan untuk Pemudik

Ahmad Fikri, Direktur Pendistribusian Baznas RI, mengunjungi Posko Mudik Baznas di Ciamis untuk memastikan pelayanan pemudik optimal selama perjalanan. Posko menyediakan berbagai layanan gratis dan juga memfasilitasi zakat. Selain Posko Mudik, ada juga Posko Balik beroperasi setelah Idul Fitri. Kedua posko dijaga oleh personel terlatih.

Herry Dermawan; Petani Bisa Laporkan Bulog Jika Tak Serap Gabah dan Beras

Anggota Komisi IV DPR RI, Herry Dermawan, menegaskan hak petani melaporkan Bulog jika tidak menyerap gabah dan beras sesuai regulasi. Ia mendorong petani melaporkan penolakan tersebut dan memastikan Bulog membeli gabah kering giling dengan harga Rp6.500. Herry menekankan pentingnya pengawasan infrastruktur dan bantuan pertanian untuk kesejahteraan petani.

Want to stay up to date with the latest news?

We would love to hear from you! Please fill in your details and we will stay in touch. It's that simple!