Pemerintah Bungkam Soal Penolakan Kenaikan PPN 12%

58 / 100 Skor SEO

Pemerintah masih belum memberikan tanggapan terkait penolakan yang semakin meluas terhadap rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025.

Banyak pihak, mulai dari pelaku usaha hingga masyarakat, mengkhawatirkan dampak kenaikan PPN terhadap harga barang, inflasi, dan daya beli.

Beberapa kelompok bahkan mendesak agar kebijakan ini ditunda.

Saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa (26/11), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memilih untuk tidak memberikan komentar apa pun mengenai reaksi publik atas kebijakan ini.

Bahkan, pertanyaan media soal kemungkinan penundaan kenaikan PPN juga tak dijawabnya.

Hal serupa juga ditunjukkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Ketika diminta pendapatnya terkait permintaan penundaan kenaikan PPN, ia hanya mengarahkan pertanyaan itu kepada Sri Mulyani. “PPN ke Bu Menteri Keuangan.

Ibu saja nggak mau (jawab), apalagi saya,” ujar Airlangga dengan nada singkat.

Airlangga menambahkan bahwa sejauh ini belum ada diskusi untuk menunda kenaikan PPN tersebut. “Nggak,” jawabnya saat ditanya apakah ada peluang kebijakan itu ditinjau ulang.

Penundaan PPN Dimungkinkan Tanpa Revisi UU

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit, menyatakan bahwa penundaan kenaikan PPN dapat dilakukan tanpa perlu mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Menurut Dolfie, pemerintah memiliki kewenangan untuk menyesuaikan tarif PPN melalui peraturan pemerintah (PP) dengan persetujuan DPR.

“Oh iya, undang-undangnya nggak perlu diubah. Pemerintah bisa turunkan tarif atau menunda kenaikan asal mendapatkan persetujuan DPR,” jelas Dolfie.

Pasal 7 ayat 1 UU HPP sendiri memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengatur tarif PPN di kisaran 5% hingga 15%.

Penyesuaian tarif tersebut hanya membutuhkan pembahasan lebih lanjut dengan DPR tanpa perlu merevisi undang-undang.

Dolfie juga mengungkapkan bahwa Komisi XI sebelumnya telah menanyakan implementasi kenaikan PPN 12% ini kepada Sri Mulyani dalam pembahasan APBN 2025.

Saat itu, pemerintah menyatakan akan menunggu arahan dari Presiden Prabowo Subianto. Namun hingga kini, belum ada kepastian arahan terkait kebijakan ini.

“Kita sudah pernah tanyakan soal ini. Pemerintah waktu itu bilang akan menunggu arahan presiden baru. Tapi mungkin sampai sekarang arahan itu belum turun,” ujar Dolfie.

Desakan untuk Menunda

Di tengah ketidakpastian ini, tekanan kepada pemerintah untuk menunda kebijakan kenaikan PPN terus meningkat.

Para pengkritik kebijakan ini menilai, dengan kondisi ekonomi yang masih berproses menuju pemulihan, kenaikan tarif pajak justru berisiko memperberat beban masyarakat dan menghambat daya beli.

Meski demikian, sikap diam yang ditunjukkan oleh Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto memperlihatkan bahwa pemerintah masih berhati-hati dalam mengambil langkah terkait kebijakan ini.

Dengan waktu yang semakin dekat menuju implementasi pada Januari 2025, masyarakat kini menanti keputusan akhir dari Presiden Prabowo Subianto.

58 / 100 Skor SEO

Pemerintah masih belum memberikan tanggapan terkait penolakan yang semakin meluas terhadap rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025.

Banyak pihak, mulai dari pelaku usaha hingga masyarakat, mengkhawatirkan dampak kenaikan PPN terhadap harga barang, inflasi, dan daya beli.

Beberapa kelompok bahkan mendesak agar kebijakan ini ditunda.

Saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa (26/11), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memilih untuk tidak memberikan komentar apa pun mengenai reaksi publik atas kebijakan ini.

Bahkan, pertanyaan media soal kemungkinan penundaan kenaikan PPN juga tak dijawabnya.

Hal serupa juga ditunjukkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Ketika diminta pendapatnya terkait permintaan penundaan kenaikan PPN, ia hanya mengarahkan pertanyaan itu kepada Sri Mulyani. “PPN ke Bu Menteri Keuangan.

Ibu saja nggak mau (jawab), apalagi saya,” ujar Airlangga dengan nada singkat.

Airlangga menambahkan bahwa sejauh ini belum ada diskusi untuk menunda kenaikan PPN tersebut. “Nggak,” jawabnya saat ditanya apakah ada peluang kebijakan itu ditinjau ulang.

Penundaan PPN Dimungkinkan Tanpa Revisi UU

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit, menyatakan bahwa penundaan kenaikan PPN dapat dilakukan tanpa perlu mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Menurut Dolfie, pemerintah memiliki kewenangan untuk menyesuaikan tarif PPN melalui peraturan pemerintah (PP) dengan persetujuan DPR.

“Oh iya, undang-undangnya nggak perlu diubah. Pemerintah bisa turunkan tarif atau menunda kenaikan asal mendapatkan persetujuan DPR,” jelas Dolfie.

Pasal 7 ayat 1 UU HPP sendiri memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengatur tarif PPN di kisaran 5% hingga 15%.

Penyesuaian tarif tersebut hanya membutuhkan pembahasan lebih lanjut dengan DPR tanpa perlu merevisi undang-undang.

Dolfie juga mengungkapkan bahwa Komisi XI sebelumnya telah menanyakan implementasi kenaikan PPN 12% ini kepada Sri Mulyani dalam pembahasan APBN 2025.

Saat itu, pemerintah menyatakan akan menunggu arahan dari Presiden Prabowo Subianto. Namun hingga kini, belum ada kepastian arahan terkait kebijakan ini.

“Kita sudah pernah tanyakan soal ini. Pemerintah waktu itu bilang akan menunggu arahan presiden baru. Tapi mungkin sampai sekarang arahan itu belum turun,” ujar Dolfie.

Desakan untuk Menunda

Di tengah ketidakpastian ini, tekanan kepada pemerintah untuk menunda kebijakan kenaikan PPN terus meningkat.

Para pengkritik kebijakan ini menilai, dengan kondisi ekonomi yang masih berproses menuju pemulihan, kenaikan tarif pajak justru berisiko memperberat beban masyarakat dan menghambat daya beli.

Meski demikian, sikap diam yang ditunjukkan oleh Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto memperlihatkan bahwa pemerintah masih berhati-hati dalam mengambil langkah terkait kebijakan ini.

Dengan waktu yang semakin dekat menuju implementasi pada Januari 2025, masyarakat kini menanti keputusan akhir dari Presiden Prabowo Subianto.

More from author

Related posts

Advertismentspot_img

Latest posts

DMI Ciamis Tegaskan Konsep Masjid Hijau dan Masjid Ramah Lingkungan Memiliki Tujuan Serupa

Ketua DMI Ciamis, Drs. H. Syarief Nurhidayat, menyatakan bahwa Masjid Hijau dan Masjid Ramah Lingkungan memiliki tujuan serupa dalam mendukung keberlanjutan lingkungan. DMI Ciamis meluncurkan Anugerah Masjid Ramah 2025, menilai masjid berdasarkan keramahan, terutama aspek lingkungan, aksesibilitas, dan dukungan untuk semua kalangan. Penilaian akan berlangsung hingga November 2025.

Direktur Pendistribusian Baznas RI Kunjungi Posko Mudik Ciamis, Pantau Layanan untuk Pemudik

Ahmad Fikri, Direktur Pendistribusian Baznas RI, mengunjungi Posko Mudik Baznas di Ciamis untuk memastikan pelayanan pemudik optimal selama perjalanan. Posko menyediakan berbagai layanan gratis dan juga memfasilitasi zakat. Selain Posko Mudik, ada juga Posko Balik beroperasi setelah Idul Fitri. Kedua posko dijaga oleh personel terlatih.

Herry Dermawan; Petani Bisa Laporkan Bulog Jika Tak Serap Gabah dan Beras

Anggota Komisi IV DPR RI, Herry Dermawan, menegaskan hak petani melaporkan Bulog jika tidak menyerap gabah dan beras sesuai regulasi. Ia mendorong petani melaporkan penolakan tersebut dan memastikan Bulog membeli gabah kering giling dengan harga Rp6.500. Herry menekankan pentingnya pengawasan infrastruktur dan bantuan pertanian untuk kesejahteraan petani.

Want to stay up to date with the latest news?

We would love to hear from you! Please fill in your details and we will stay in touch. It's that simple!