Kenaikan PPN 12% Dinilai Berpotensi Tekan Konsumsi dan Ekonomi

66 / 100 Skor SEO

Penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai Januari 2025 menuai kekhawatiran dari kalangan pengusaha.

Kebijakan ini dinilai berpotensi memberikan tekanan serius pada daya beli masyarakat dan menghambat pemulihan ekonomi yang saat ini masih berlangsung.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menyampaikan bahwa kenaikan tarif PPN dapat memperburuk perlambatan konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pilar utama Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

“Konsumsi domestik adalah kontributor terbesar bagi PDB. Dengan naiknya tarif PPN, daya beli masyarakat dapat tertekan, sehingga memperlambat laju pertumbuhan ekonomi,” ujar Shinta dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat (22/11/2024).

Dampak Luas pada Dunia Usaha

Kenaikan PPN juga dikhawatirkan memicu peningkatan biaya produksi di berbagai sektor industri.

Shinta menjelaskan bahwa tingginya pajak sepanjang rantai pasok akan memengaruhi harga barang dan jasa di pasar, sehingga berpotensi melemahkan daya saing industri domestik.

“Semua sektor akan terdampak, termasuk subsektor manufaktur, yang kini sudah menghadapi tantangan berat. Purchasing Managers Index (PMI) telah terkontraksi selama empat bulan berturut-turut, menandakan adanya pelemahan aktivitas produksi dan permintaan. Kenaikan PPN ini dikhawatirkan akan semakin memperburuk situasi tersebut,” tambah Shinta.

Risiko Terhadap Ekonomi dan Ketimpangan Sosial

Shinta juga menyoroti risiko perlambatan ekonomi dalam beberapa kuartal awal setelah kenaikan tarif PPN diterapkan.

Penurunan konsumsi domestik akibat lonjakan harga barang dan jasa diperkirakan akan berdampak pada pendapatan negara dari sektor lain, seperti Pajak Penghasilan (PPh), akibat aktivitas ekonomi yang melambat.

Lebih jauh, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah diprediksi akan menjadi pihak yang paling terdampak oleh kebijakan ini.

Ketimpangan sosial dikhawatirkan semakin melebar karena kelompok ini memiliki keterbatasan daya beli untuk menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok.

Saran untuk Pemerintah

Untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan ini, Apindo menyarankan pemerintah menunda penerapan tarif PPN 12 persen hingga daya beli masyarakat lebih stabil.

Jika kenaikan tarif tidak dapat dihindari, Shinta menyarankan agar pemerintah menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai langkah perlindungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

“Selain itu, kenaikan tarif ini perlu disertai dengan insentif fiskal yang memadai agar dunia usaha dapat menyesuaikan diri tanpa membebani konsumen terlalu berat,” jelasnya.

Dialog intensif antara pemerintah dan dunia usaha dinilai sangat penting untuk memastikan kebijakan ini diterapkan secara bijaksana.

Dengan pendekatan yang hati-hati, pemerintah diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif dari kenaikan tarif PPN terhadap ekonomi nasional.

66 / 100 Skor SEO

Penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai Januari 2025 menuai kekhawatiran dari kalangan pengusaha.

Kebijakan ini dinilai berpotensi memberikan tekanan serius pada daya beli masyarakat dan menghambat pemulihan ekonomi yang saat ini masih berlangsung.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menyampaikan bahwa kenaikan tarif PPN dapat memperburuk perlambatan konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pilar utama Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

“Konsumsi domestik adalah kontributor terbesar bagi PDB. Dengan naiknya tarif PPN, daya beli masyarakat dapat tertekan, sehingga memperlambat laju pertumbuhan ekonomi,” ujar Shinta dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat (22/11/2024).

Dampak Luas pada Dunia Usaha

Kenaikan PPN juga dikhawatirkan memicu peningkatan biaya produksi di berbagai sektor industri.

Shinta menjelaskan bahwa tingginya pajak sepanjang rantai pasok akan memengaruhi harga barang dan jasa di pasar, sehingga berpotensi melemahkan daya saing industri domestik.

“Semua sektor akan terdampak, termasuk subsektor manufaktur, yang kini sudah menghadapi tantangan berat. Purchasing Managers Index (PMI) telah terkontraksi selama empat bulan berturut-turut, menandakan adanya pelemahan aktivitas produksi dan permintaan. Kenaikan PPN ini dikhawatirkan akan semakin memperburuk situasi tersebut,” tambah Shinta.

Risiko Terhadap Ekonomi dan Ketimpangan Sosial

Shinta juga menyoroti risiko perlambatan ekonomi dalam beberapa kuartal awal setelah kenaikan tarif PPN diterapkan.

Penurunan konsumsi domestik akibat lonjakan harga barang dan jasa diperkirakan akan berdampak pada pendapatan negara dari sektor lain, seperti Pajak Penghasilan (PPh), akibat aktivitas ekonomi yang melambat.

Lebih jauh, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah diprediksi akan menjadi pihak yang paling terdampak oleh kebijakan ini.

Ketimpangan sosial dikhawatirkan semakin melebar karena kelompok ini memiliki keterbatasan daya beli untuk menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok.

Saran untuk Pemerintah

Untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan ini, Apindo menyarankan pemerintah menunda penerapan tarif PPN 12 persen hingga daya beli masyarakat lebih stabil.

Jika kenaikan tarif tidak dapat dihindari, Shinta menyarankan agar pemerintah menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai langkah perlindungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

“Selain itu, kenaikan tarif ini perlu disertai dengan insentif fiskal yang memadai agar dunia usaha dapat menyesuaikan diri tanpa membebani konsumen terlalu berat,” jelasnya.

Dialog intensif antara pemerintah dan dunia usaha dinilai sangat penting untuk memastikan kebijakan ini diterapkan secara bijaksana.

Dengan pendekatan yang hati-hati, pemerintah diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif dari kenaikan tarif PPN terhadap ekonomi nasional.

More from author

Related posts

Advertismentspot_img

Latest posts

DMI Ciamis Tegaskan Konsep Masjid Hijau dan Masjid Ramah Lingkungan Memiliki Tujuan Serupa

Ketua DMI Ciamis, Drs. H. Syarief Nurhidayat, menyatakan bahwa Masjid Hijau dan Masjid Ramah Lingkungan memiliki tujuan serupa dalam mendukung keberlanjutan lingkungan. DMI Ciamis meluncurkan Anugerah Masjid Ramah 2025, menilai masjid berdasarkan keramahan, terutama aspek lingkungan, aksesibilitas, dan dukungan untuk semua kalangan. Penilaian akan berlangsung hingga November 2025.

Direktur Pendistribusian Baznas RI Kunjungi Posko Mudik Ciamis, Pantau Layanan untuk Pemudik

Ahmad Fikri, Direktur Pendistribusian Baznas RI, mengunjungi Posko Mudik Baznas di Ciamis untuk memastikan pelayanan pemudik optimal selama perjalanan. Posko menyediakan berbagai layanan gratis dan juga memfasilitasi zakat. Selain Posko Mudik, ada juga Posko Balik beroperasi setelah Idul Fitri. Kedua posko dijaga oleh personel terlatih.

Herry Dermawan; Petani Bisa Laporkan Bulog Jika Tak Serap Gabah dan Beras

Anggota Komisi IV DPR RI, Herry Dermawan, menegaskan hak petani melaporkan Bulog jika tidak menyerap gabah dan beras sesuai regulasi. Ia mendorong petani melaporkan penolakan tersebut dan memastikan Bulog membeli gabah kering giling dengan harga Rp6.500. Herry menekankan pentingnya pengawasan infrastruktur dan bantuan pertanian untuk kesejahteraan petani.

Want to stay up to date with the latest news?

We would love to hear from you! Please fill in your details and we will stay in touch. It's that simple!